Aksi Kontroversial WAGMI United di Klub Crawley Town
Klub sepak bola Crawley Town yang berkompetisi di divisi League Two Inggris mendapatkan perhatian publik setelah dibeli oleh konsorsium kripto WAGMI United. Pembelian ini dilakukan oleh sekelompok orang Amerika Utara yang terkesan hidup di dunia yang berbeda. Namun, sayangnya bagi para pendukung Crawley Town, cerita ini lebih mirip dengan dongeng Brothers Grimm daripada dongeng bahagia seperti yang sedang terjadi di Wrexham.
WAGMI United, yang merupakan singkatan dari “We’re All Gonna Make It”, menjanjikan untuk membawa Crawley Town ke Liga Premier melalui penjualan NFT (non-fungible tokens) dan membangun basis penggemar internasional. Namun, harapan tinggi ini segera berubah menjadi kekecewaan setelah klub tersebut menyelesaikan musim 2022/23 di peringkat 22, yang merupakan posisi terburuk mereka dalam 12 tahun berkompetisi di Football League.
Banyak faktor yang menyebabkan kekecewaan ini. Di antaranya adalah pergantian manajer yang sering terjadi, kejadian kontroversial seperti penjualan pemain yang menuai protes, dan penurunan nilai pasar kripto yang signifikan. Pendukung klub dalam Crawley Town Supporters Alliance (CTSA) pun meminta pemilik klub, Eben Smith dan Preston Johnson, untuk bertanggung jawab atas kegagalan ini.
Salah satu kritik utama yang dilontarkan oleh CTSA adalah absennya seorang CEO dengan pengalaman sepak bola yang relevan. Selain itu, mereka juga merasa tidak puas dengan tingkat transparansi pemilik klub serta kebijakan kepemilikan yang dianggap melenceng dari norma-norma yang ada. Misalnya, WAGMI United pernah mengundang tiga anggota “The Sidemen”, kolektif YouTube dengan lebih dari 130 juta pelanggan, untuk berlatih dengan tim dan bahkan sempat menyarankan salah satu dari mereka untuk bermain dalam pertandingan Piala FA.
Hubungan antara Preston Johnson dan para pendukung semakin memburuk ketika dia memimpin tim sebagai pelatih dalam kekalahan melawan Stevenage. Hal ini terjadi setelah manajer sebelumnya, Matthew Etherington, mundur hanya dalam waktu 34 hari setelah menjual Tom Nichols ke Gillingham. Keputusan ini membuat WAGMI United menjadikan Nichols tidak tersedia untuk seleksi sampai transfer selesai. Selain itu, alasan yang mereka berikan untuk penjualan ini adalah Etherington dan Telford dianggap terlalu pendek untuk bermain bersama di lini depan.
Meskipun terdapat ketegangan antara WAGMI United dan para pendukung, Preston Johnson tetap mempertahankan rekor klub dan berharap musim depan akan menjadi lebih stabil dengan kehadiran manajer baru, Scott Lindsey, yang sebelumnya melatih Swindon. Namun, tidak mungkin bagi klub untuk terus mengandalkan penjualan NFT setiap musim untuk mengumpulkan jutaan poundsterling. Kendala jumlah yang terbatas sangat penting dalam hal ini.
Tantangan Crawley Town akan semakin berat di musim mendatang dengan masuknya Wrexham ke Liga Two. Beberapa pendukung berharap pemilik klub Amerika mereka mengikuti jejak Ryan Reynolds dan Rob McElhenney, yang sukses mengelola klub Wrexham. Namun, WAGMI United tetap memilih jalannya sendiri. Satu hal yang pasti, Crawley Town tidak akan pernah membosankan dengan segala kontroversi yang melingkupinya.
Tantangan di Depan dan Harapan untuk Crawley Town
Setelah musim yang sulit dan kontroversial, Crawley Town memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan para pendukung. Salah satu langkah yang perlu diambil adalah memperbaiki komunikasi antara manajemen klub dan basis penggemar yang telah retak.
CTSA, yang merupakan wadah para pendukung Crawley Town, mengatakan bahwa komunikasi antara manajemen tingkat atas saat ini dan basis penggemar telah terputus secara tidak dapat diperbaiki. Ini menjadi salah satu hal yang harus diperbaiki agar klub dapat kembali membangun hubungan yang baik dengan para pendukungnya.
Selain itu, kehadiran seorang CEO dengan pengalaman sepak bola yang relevan merupakan hal yang sangat penting. Pengalaman dalam dunia sepak bola akan membantu klub dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan memahami kebutuhan para pemain serta pendukung.
Crawley Town juga perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan kepemilikan klub yang telah menuai kontroversi. Transparansi harus menjadi kunci dalam menjalankan klub, termasuk dalam hal penjualan pemain dan keputusan-keputusan penting lainnya. Dengan adanya transparansi, para pendukung akan merasa lebih yakin dan memiliki kepercayaan terhadap manajemen klub.
Selain itu, klub juga perlu mencari sumber pendapatan yang lebih stabil dan berkelanjutan selain dari penjualan NFT. Ketergantungan pada pasar kripto yang fluktuatif dapat mempengaruhi keuangan klub dengan signifikan. Oleh karena itu, klub harus berinovasi dalam mencari sumber pendapatan baru yang dapat menjaga kelangsungan klub jangka panjang.
Meskipun tantangan di depan sangat besar, ada harapan bahwa Crawley Town dapat bangkit kembali dan meraih kesuksesan. Dengan memperbaiki komunikasi dengan para pendukung, memiliki manajemen yang kompeten, dan mencari sumber pendapatan yang lebih stabil, Crawley Town memiliki potensi untuk kembali menjadi klub yang kompetitif dan membanggakan bagi para pendukungnya. Semoga klub ini dapat mengatasi semua masalah yang ada dan mengembangkan strategi yang tepat untuk meraih kesuksesan di masa depan.
Disarikan dari: Citation